Senin, 19 November 2012

Politik Nelson Mandela

Dalam politik, ada yang berkorban dan ada yang jadi korban. Berkorban, wajar karena
ambisi politik selalu membutuhkan asupan ‘energi dan gizi’ yang sangat luar biasa. Mau tahu berapa duit untuk menggolkan Barack Obama jadi Presiden Amerika Serikat? Hampir 10 trilyun. Duit sebanyak itu mungkin hanya satu persen yang keluar dari kantong Obama. Selebihnya, para bandar dan cukong yang tak tanggung-tanggung menggelontorkan dolar agar asupan energi dan gizi kampanye Obama tetap mentereng. Tentu, setelah Obama sukses dalam kampanyenya dan terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat ada imbal balik yang diterima oleh para pemasok dana. Karena milyaran dolar yang disumbangkan ke Obama bukan seperti sumbangan sembako ke fakir miskin yang ikhlas dan tak berharap apa pun. Mereka para pemasok dana berharap kelak bisa ikut menikmati kekuasaan yang sudah diraih. Hal semacam ini, tak usah jauh-jauh sampai ke Amerika Serikat. Di Kepulauan Riau saja juga buanyak. Terus bagaimana yang kalah dalam pertarungan? Jadi korban pertarungan politik, itu pasti. Biasanya dalam tradisi politik di Indonesia ‘orang-orang kalah’ ini akan terpinggir dan tersingkirkan dari kekuasaan. Kondisi semacam ini sudah menjadi kredo dalam perpolitikan bangsa ini yang berurat dan berakar dari pusat hingga di daerah. Saya masih ingat, gebrakan Nelson Mandela ketika dilantik menjadi Presiden Afrika Selatan pada 10 Mei 1994. Begitu memasuki istana kepresidenan, pertama kali yang dia lakukan adalah mengumpulkan seluruh staf baik yang berkulit hitam maupun yang berkulit putih. Bagi yang berkulit putih tentu berpikiran tentang ketakutan akan disingkirkan dan terpinggirkan dari arena kekuasaan. Sebaliknya, yang berkulit hitam merasa mendapat kesempatan untuk meraih posisi penting karena kekuasaan berada di genggamannya. Tapi apa yang dikatakan Mandela saat itu? Jika Anda ingin pergi, saya tidak akan melarang. Karena hak sepenuhnya ada pada Anda, kata Nelson Mandela. Jika anda merasa tidak bisa bekerja dengan pemerintahan baru ini, maka lebih baik anda pergi. Segera! Namun jika anda berkemas itu karena anda takut karena bahasa atau warna kulit anda atau untuk siapa anda bekerja sebelumnya dan itu menjadi penghalang anda bekerja di sini, saya di sini kata Mandela, untuk memberi tahu anda bahwa tidak perlu takut. Masa lalu adalah masa lalu. Kini kita melihat ke masa depan, kami perlu bantuan anda. Jika anda ingin tetap tinggal, anda akan melakukan pelayanan yang hebat untuk negara anda. Kata Mandela lagi, saya hanya meminta anda bekerja sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan dan dengan hati yang baik dan tulus. Saya berjanji untuk melakukan yang sama. Jika kita bisa melakukan itu, maka negara kita akan menjadi mercusuar dunia. Negara pelangi akan dimulai saat ini. Rekonsiliasi dan pengampunan dimulai saat ini. Pengampunan membebaskan jiwa, menghilangkan ketakutan, itulah alasan yang akan menjadi senjata yang kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar