Sabtu, 13 Oktober 2012

Sang Martir

Mengapa orang berebut ingin jadi presiden atau kepala daerah? Karena posisi paling bergengsi dalam khasanah politik itu kalau negara ya presiden kalau daerah ya gubernur, bupati atau walikota. Siapa pun pingin meraih posisi terhormat itu. Meski apa pun pertaruhannya. Dalam buku Nasihatul Muluk, Al Ghazali mengatakan , Tuhan mengirim para nabi dan memberinya mereka wahyu. Begitu pula Tuhan mengirim para raja dan memberi mereka kekuatan Illahi. Tak mengherankan bila orang akhirnya berebut untuk menjadi “orang yang dikirim Tuhan” tersebut. Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya menggarisbawahi, kedudukan raja (baca: presiden/kepala daerah) adalah sebuah kedudukan yang terhormat dan selalu diperebutkan. Karena mereka yang jadi raja itu selalu dilimpahi kekayaan duniawi dan kepuasan lahir dan batin. Mereka yang sudah jadi raja tak akan mau melepaskannya secara suka rela. Bahkan akan dipertahankan meski dengan jalan apa pun. Dimensi kehormatan, kekayaan dan kepuasan lahir batin itulah agaknya yang paling dominan sebagai alasan kenapa orang berebut ingin menjadi raja dan mempertahankannya. Untuk Tanjungpinang kasus perebutan kursi “raja” itu sangat unik. Jangankan yang berkantong tebal, yang pas-pasan pun nekad ngutang sana ngutang sini agar bisa dipilih rakyat. Jangankan yang kafabel, yang jelas-jelas incapable pun mematut-matutkan diri dan merasa bisa. Kedudukan yang penuh keagungan ini telah menjadikan semua politisi (bukan hanya politisi partai) selalu rumangsa bisa dan bukannya bisa rumangsa. Dalam perspektif ini memang hak semua orang ingin jadi kepala daerah. Tuhan tidak akan melarang dan membatasi keinginan-keinginan umatnya untuk jadi seorang kepala daerah atau walikota. Tetapi sistem kelaziman tentu akan berlaku ketika seseorang dengan keterbatasan yang masif masih juga ngotot ingin maju dan ngeyel meraih posisi yang terhormat itu. Mau jadi walikota silahkan saja. Mau jadi Bupati punya hak yang dijamin undang-undang. Tetapi keinginan maju harus didasari kemampuan yang pantas. Tidak hanya mampu dari segi kemampuan pengetahuan, manajerial serta kapabilitas tetapi juga mampu dari segi finansial. Kolaborasi dua modal utama ini masih harus didukung oleh kekuatan rakyat yang memberinya peluang untuk meraih tahta dan kekuasaan. Tidak ada Bupati, Walikota, Gubernur maupun presiden yang hanya bermodalkan popularitas semata. Mereka bisa meraih posisi sebagai orang nomor satu karena didukung modal politik kuat, jiwa kepemimpinan yang diakui serta dukungan rakyat yang konkrit. Bagi kita yang tidak punya semua itu, rasa-rasanya mimpi untuk bisa jadi Walikota atau Bupati. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar