Senin, 30 Mei 2011

Mengasah Kepedulian....



Tadi pagi saya ketemu seorang lelaki yang sudah uzur namun begitu tegar menantang hidup. Matanya cekung. Nafasnya tersengal karena usia yang tak lagi muda. Meski begitu semangatnya untuk tetap hidup menjadikannya tetap tegar mengkais rezeki dengan mengkais sampah memilah sesuatu yang bisa ditukar dengan rupiah.

Aku dekati lelaki tua itu. Aku tanya tinggal dimana. Dia menjawab tinggal di sebuah rumah yang sederhana bersama istri dan dua anaknya di sebuah kampung di batu sembilan. Semua dia lakukan karena memang dialah satu-satunya urat nadi keluarga. Lengan dan kakinya yang sudah mulai rapuh. Siang itu matahari juga begitu teriknya. Namun dia tak peduli. Baginya hidup harus terus berlangsung meski harus menantang matahari. "Ini saja yang bisa saya lakukan dik. Kerja berat bapak sudah nggak bisa lagi. Saya hanya bisa mensyukuri apa yang bisa saya lakukan dan saya dapatkan hari ini," katanya sambil menyeka peluh yang membasahi dahinya.

Aku teringat lelaki tangguh yang telah membesarkanku dulu. Bagaimana dengan ketegaran hidupnya dia rela menghabiskan seluruh umurnya dengan memeras keringat demi anak-anaknya tercinta. Ayahku, kini aku tahu bagaimana beratnya sebuah tanggungjawab yang harus dipikul dalam menjaga kelangsungan hidup sebuah keluarga.

Lelaki tua tadi adalah potret hidup ayah-ayah kita. Potret sebuah komitmen terhadap pelita jiwa. Aku dekati lelaki itu dan aku buka dompetku. Uang seratus ribu satu-satunya yang tersisa aku selipkan di sakunya. Aku hanya berharap dengan rasa syukur yang dia miliki Tuhan memberikan sebuah kebijaksanaan yang membuatnya tetap optimis memandang hidup....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar